Pursuit of Happiness; sebuah nama baru untuk buku lama

Let's start simple. My life is a mess right now.

Uang cash keluarga kami lagi-lagi menyentuh angka nol rupiah. Semua karena keteledoran gue saat pergi ke Surabaya beberapa pekan lalu. Pengeluaran membengkak mengakibatkan kami tidak bisa berbuat apa-apa untuk empat bulan kedepan, sambil menunggu uang kontrakan yang akan tiba, juga menunggu tanah kami di daerah Griya Bhara Wira Depok terjual. Hanya tinggal sedikit uang darurat yang tersisa, yang mana masih berbentuk emas lama 25 gram. Hanya itu dan aset non produktif lain seperti mobil, yang mungkin dalam waktu dekat akan dijual.

Dua tahun setelah Bokap meninggalkan kami, hidup tak pernah menjadi mudah. Pengeluaran banyak, pemasukan hampir tidak ada. Rasanya saat ini banyak yang harus dikurangi, salah satunya asuransi; hal yang membuat kami sempat terpuruk dua tahun yang lalu.

We can't afford the luxury.

Kondisi kantor saat ini juga sedang tidak baik. Tekanan psikologis yang dilakukan oleh atasan gue di kantor demi naiknya kedisiplinan kami para junior desainer, tidak membuat suasana kantor menjadi nyaman; justru mencekam. Teguran teguran tegas, pengingat keras serta perilakunya tidak membuahkan hasil yang bagus untuk gue dan kolega sesama junior desainer.

Tekanan batin membuat gue tidak mampu mengerjakan tugas sesuai harapan, yang ada justru sakit, selama 3 hari ini dan belum kunjung membaik. Seperti halnya fakta yang gue tutupi ke Nyokap tentang keadaan keuangan yang akhirnya terungkap, gue hanya menunda ledakan besar terjadi ke gue terkait progres dan hasil desain dari proyek besar ini.

Rasa ingin resign, bukan hanya karena masalah emosi, tapi juga tentang kondisi rasional yang ada saat ini. Fakta bahwa gue tidak mahir dan passionate dalam hal desain, fakta bahwa setengah dari gaji UMR ini habis untuk transportasi setiap hari ke kantor, serta tuntutan yang diminta yang rasanya tidak pernah kunjung tercapai membuat semuanya menjadi justifikasi untuk mundurnya gue dari kantor ini segera.

Kehidupan profesional seorang arsitek/desainer saat ini belum cocok untuk saya, yang setiap malam ditunggu oleh Ibunda di rumah sendirian, yang setiap hari memiliki waktu sedikit untuk istirahat sejenak, dan yang keinginannya untuk mengulik hal lain selain pekerjaan.

Yang harapannya, semakin banyak pemasukan yang dapat diterima dan dihasilkan, untuk menghidupi diri, Ibunda, calon keluarga nantinya, dan masa depan semua.

Kawan dan kolega membuat gundah gulana. Yang satu meminta terus berjuang, karena siapa yang bisa jamin kami bisa makan untuk berbulan-bulan kedepan. Yang lain meminta segera lari, sebelum diri ini terkikis hingga tulang dan kain kafan. Keputusan selalu menjadi ombang ambing semakin lama dipikiran.

Entah bagaimana caranya dan jalannya saat ini, yang akhirnya hanya bisa dilakukan adalah,

berjuang,
bertahan hidup dari hari ke hari,
mengejar kebahagiaan setiap hari,
demi sesuap nasi dan segelas nutrisari.

Pursuit of Happiness, is what I am doing right now. With no plan ahead at the moment, just letting my life be guided by the universe.

Bismillah, for whatever is coming up right now.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kopi dan Ekstasi untuk dipaksa produksi dan relaksasi

Jadi, Gue Putusin Stop Main Sosmed Seminggu, dan Ini yang Gue Rasain

Belajar menulis untuk belajar berpikir.